TIMES PARE PARE, JAKARTA – SETARA Institute menilai langkah Presiden Prabowo Subianto yang menyetujui pembentukan Komisi Reformasi Kepolisian menjadi momentum penguatan HAM dan penguatan demokrasi Indonesia.
Dalam keterangan persnya, Peneliti SETARA Institute Ikhsan Yosarie, Merisa Dwi Juanita dan Azeem Marhendra Amedi menilai pembentukan Komisi Reformasi Kepolisian dapat mengembalikan profesionalitas kepolisian.
Menurut para Peneliti SETARA Institute, berbagai insiden yang memperlihatkan represivitas dan penggunaan kekuatan berlebihan aparat kepolisian dalam pengamanan demonstrasi di akhir Agustus lalu pada dasarnya merupakan persoalan berulang.
“Keberulangan tersebut lahir dari kultur kekerasan dan praktik impunitas yang mengakar. Transformasi Polri semakin krusial untuk diakselerasi mengingat kinerja pelayanan dan penegakan hukum yang juga kerap mendapat sorotan tajam publik,” ucap mereka dikutip dalam keterangan pers, Senin (15/9/2025).
Mereka menilai ada lima hal yang harus dilakukan dalam melakukan Reformasi Kepolisian sebagai penguatan sistem keamanan yang demokratis dan tunduk pada hukum dan menghormati HAM.
“Pertama, setiap agenda untuk membangun profesionalitas Polri berada dalam satu tarikan nafas dengan agenda membangun profesionalitas TNI. Membuka ruang penguatan Polisi sama dengan menutup ruang bagi ekspansi militerisme di sektor-sektor di luar sektor pertahanan negara,” sebutnya.
Kedua, lanjutnya, dalam studi komprehensif mengenai Transformasi Polri, SETARA Institute mendeteksi 130 masalah aktual yang mengemuka dan melekat dalam tubuh Polri, serta mengakibatkan mandeknya transformasi Polri. “Sebanyak 130 masalah ini kemudian diringkas menjadi 12 tema masalah yang menuntut penyikapan sistemik oleh institusi Polri,” sebutnya.
Mereka menjelaskan, urgensi penyikapan sistemik tersebut semakin diperlukan mengacu kepada kuantifikasi persoalan-persoalan tersebut mengacu kepada hasil survei terhadap 167 ahli yang dilakukan SETARA Institute pada studi tersebut.
“Dalam studi tersebut ditemukan juga bahwa 51,2 % atau mayoritas ahli, menyatakan pelaksanaan kepolisian yang demokratis dan humanis berjalan buruk, dan hanya 19,9% yang menyatakan baik. Sementara dalam konteks integritas Polri dalam penegakan hukum, mayoritas ahli atau 58,7 persen juga menyatakan buruk. Hanya 16,6 persen yang menyatakan baik,” jelasnya.
Ketiga, ungkap para peneliti, dalam rangka mendukung agenda transformasi Polri, SETARA Institute menyusun desain transformasi yang komprehensif. Dalam desain tersebut, terdapat 4 pilar sebagai basis reformasi Polri, yakni Polri yang demokratis-humanis, Polri yang berintegritas-antikorupsi, Polri yang proaktif-modern, dan Polri yang presisi-transformatif.
Dengan basis kerangka 4 pilar tersebut, SETARA menyusun dan merekomendasikan 12 agenda transformasi Polri secara tematik. Dalam upaya melaksanakan 12 agenda transformasi Polri tersebut, SETARA Institute juga menyusun 24 strategi dalam implementasinya dengan 50 detail aksi yang dapat diakses melalui laman resmi SETARA Institute.
“Keempat, transformasi Polri adalah prasyarat mendesak untuk memulihkan kepercayaan publik, memperkuat legitimasi negara hukum, dan melindungi ruang demokrasi dari praktik represif. Polri yang modern dan humanis dapat menjadi katalisator penting bagi terciptanya iklim demokrasi yang sehat dan inklusif. Penghormatan terhadap HAM dalam penegakan hukum akan memperkuat kepercayaan masyarakat, sementara penegakan hukum yang adil akan menjamin kepastian dalam pembangunan ekonomi,” jelasnya.
Terakhir, penguatan demokrasi Indonesia dan reformasi sektor keamanan merupakan agenda utama penguatan supremasi sipil. Dalam perspektif ini, Presiden perlu menempatkan reformasi Polri dan reformasi TNI sebagai agenda kembar yang tidak terpisahkan. Agenda transformasi Polri memastikan bahwa keamanan domestik dikelola oleh institusi sipil yang demokratis dan akuntabel. Sementara reformasi TNI untuk memastikan bahwa militer dikembalikan sepenuhnya pada mandat konstitusionalnya pada bidang pertahanan negara.
“Dalam konteks itu, Presiden Prabowo mesti memberikan perhatian pada penuntasan agenda-agenda reformasi TNI, dari penegakan larangan bisnis militer hingga revisi UU Peradilan Militer,” tandasnya. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Apresiasi Reformasi Kepolisian, SETARA Institute Berikan Sejumlah Catatan
Pewarta | : Ahmad Nuril Fahmi |
Editor | : Ferry Agusta Satrio |