TIMES PARE PARE, JAKARTA – Ada rasa haru dan bangga yang terpancar dari wajah Muhammad Toha dan Sahrul saat tim Media Center Haji (MCH) menyambangi Dapur Raghaeb di kawasan Shauqiah, Makkah. Bersama puluhan pekerja lainnya, mereka menyambut hangat kedatangan tim peliput yang datang untuk menyaksikan langsung bagaimana proses katering jemaah haji Indonesia dipersiapkan.
Namun ada yang berbeda dari sambutan sebagian pegawai dapur hari itu. Di antara mereka, beberapa menyapa dalam bahasa Indonesia dengan senyum lebar dan penuh kehangatan. Ternyata, mereka adalah juru masak asal Indonesia, yang kini berperan penting dalam menyiapkan makanan bergizi dan bercita rasa nusantara bagi para tamu Allah.
Bekerja dari Balik Layar, Tapi Penuh Makna
Setidaknya ada enam juru masak WNI yang bekerja di dapur ini. Salah satunya adalah Muhammad Toha, pria kelahiran Rangkasbitung, Banten, yang telah merantau dan bekerja sebagai juru masak di Arab Saudi selama 15 tahun.
“Saya merasa bangga dan senang sekali bisa ikut melayani tamu-tamu Allah,” tutur Toha dengan mata berbinar.
Meski bekerja di balik layar, Toha mengaku merasa menjadi bagian dari sejarah besar dalam pelaksanaan haji Indonesia tahun ini. Ia sehari-hari bekerja di sebuah restoran di Jeddah, dan terkadang dipindahkan sesuai kebutuhan pemilik restoran.
Toha harus menahan rindu untuk berkumpul bersama istri dan satu putranya di Tanah Air. Ia hanya bisa pulang dua tahun sekali, biasanya saat Lebaran, dengan harapan bisa membawa oleh-oleh dan tabungan secukupnya.
“Kalau pulang, saya merasa harus bawa uang jajan yang cukup. Jadinya bisa pulang dua tahun sekali,” katanya.
Selama 15 tahun bekerja, Toha baru sekali menunaikan haji. Meski tahun ini belum berkesempatan naik haji lagi, ia merasa sudah cukup merasakan suasana dan semangat haji karena turut melayani jemaah dengan sepenuh hati.
Menghidangkan Rasa dari Kampung Halaman
Cerita serupa datang dari Sahrul, juru masak asal Lombok, Nusa Tenggara Barat. Pria berusia 38 tahun ini sudah bekerja selama 7 tahun di Arab Saudi sebagai koki.
“Saya merasa senang karena bisa berkontribusi dan memberikan manfaat untuk jemaah haji Indonesia,” ungkap Sahrul.
Dengan latar belakang memasak yang ia dapatkan dari keluarganya di kampung dan pengalaman bekerja di restoran Tanah Air, Sahrul mengaku tidak kesulitan dalam meracik masakan khas Indonesia untuk jemaah.
Menurutnya, standar pelayanan katering harus dijaga setinggi mungkin, agar jemaah merasa puas dan tetap sehat selama menjalankan ibadah.
“Semoga jemaah haji merasa puas dengan layanan katering selama di Makkah,” harap ayah tiga anak ini.
Cita Rasa Nusantara di Tanah Suci
Kehadiran para juru masak Indonesia di dapur-dapur katering haji tidak hanya menjamin kelezatan menu, tetapi juga menghadirkan rasa hangat kampung halaman di tengah padang pasir Makkah. Setiap hidangan yang tersaji adalah bentuk pengabdian—sebuah kontribusi sunyi yang mendukung kesuksesan ibadah jutaan jemaah.
Di balik setiap kotak makan siang yang hangat dan bergizi, ada tangan-tangan terampil anak negeri yang bekerja dengan cinta, menyuguhkan rasa, dan menebar makna.(*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Cerita Juru Masak Indonesia di Dapur Katering Haji, Melayani Tamu Allah dengan Cita Rasa Nusantara
Pewarta | : Wahyu Nurdiyanto |
Editor | : Imadudin Muhammad |